Visualisasi filosofis dari harmoni hitungan Jawa dan pasaran.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat, banyak orang mencari pegangan dan panduan untuk menjalani kehidupan yang lebih harmonis dan penuh makna. Salah satu warisan leluhur yang masih relevan hingga kini adalah sistem hitungan Jawa dan pasaran. Sistem ini bukan sekadar angka belaka, melainkan sebuah metode yang kompleks dan mendalam untuk memahami siklus waktu, pengaruh energi kosmis, serta potensi dan karakter seseorang. Dipercaya sebagai bagian integral dari kebudayaan Jawa, hitungan ini sering digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari menentukan hari baik untuk pernikahan, membangun rumah, memulai usaha, hingga memprediksi karakter seseorang berdasarkan weton kelahirannya.
Inti dari hitungan Jawa terletak pada penggabungan dua unsur penting: dina (hari) dan pasaran. Hari dalam penanggalan Jawa terbagi menjadi tujuh, sama seperti kalender Masehi: Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Namun, yang membuat sistem ini unik adalah adanya pasaran. Dalam tradisi Jawa, terdapat lima jenis pasaran yang memiliki nilainya masing-masing: Legi (5), Paing (9), Pon (7), Wage (4), dan Kliwon (8). Kombinasi dari hari dan pasaran inilah yang kemudian membentuk apa yang dikenal sebagai weton. Weton adalah semacam 'kartu identitas' waktu kelahiran seseorang, dan diyakini mengandung informasi penting mengenai sifat, rezeki, jodoh, dan bahkan nasib seseorang.
Setiap kombinasi hari dan pasaran memiliki nilai numerik tersendiri. Misalnya, seseorang yang lahir pada hari Senin Legi akan memiliki nilai weton (Senin = 4) + (Legi = 5) = 9. Nilai-nilai inilah yang kemudian diolah lebih lanjut melalui berbagai rumus perhitungan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih spesifik. Perhitungan ini tidak hanya terbatas pada weton kelahiran, tetapi juga bisa diterapkan pada kombinasi hari dan pasaran untuk menentukan kecocokan antara dua orang, atau untuk memilih hari yang paling baik untuk melakukan suatu kegiatan.
Misalnya, dalam menentukan kecocokan jodoh, biasanya akan dihitung nilai weton kedua belah pihak. Hasil penjumlahan nilai weton tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan tabel primbon Jawa yang telah diwariskan turun-temurun. Ada beberapa kategori kecocokan, mulai dari yang paling harmonis (disebut "Jodoh") hingga yang berpotensi menimbulkan masalah atau perselisihan ("Pancen", "Tunggak Semi", dll.). Tentu saja, interpretasi ini bersifat panduan dan bukan dogma mutlak, karena faktor lain seperti karakter individu dan usaha bersama juga sangat berperan.
"Hitungan Jawa dan pasaran mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap irama waktu dan memahami bahwa setiap momen memiliki energi serta potensi yang berbeda. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap siklus alam dan panduan untuk menjalani hidup selaras dengan semesta."
Selain untuk jodoh dan karakter, hitungan Jawa juga sangat umum digunakan dalam pemilihan hari baik (nitis warsa) untuk berbagai acara penting. Acara seperti pernikahan, khitanan, pindah rumah, memulai usaha baru, hingga mendirikan bangunan, seringkali membutuhkan pertimbangan matang mengenai hari dan waktu yang tepat. Para orang tua atau ahli kepercayaan akan merujuk pada primbon dan hitungan Jawa untuk mencari kombinasi hari yang dianggap membawa keberuntungan, kelancaran, dan menghindari bala.
Cara perhitungannya bisa bervariasi tergantung pada jenis acara dan tradisi spesifik di suatu daerah. Ada yang menggunakan metode perhitungan sembilan bintang (sanga dwara), ada pula yang menggunakan kombinasi hari baik dari berbagai primbon. Intinya adalah mencari hari di mana energi alam semesta sedang mendukung dan kondusif untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan betapa masyarakat Jawa dahulu sangat menghargai pentingnya keselarasan antara manusia dengan alam semesta.
Penting untuk dipahami bahwa hitungan Jawa dan pasaran bukanlah sekadar ramalan atau takhayul. Di balik setiap perhitungan dan interpretasinya, terkandung filosofi yang mendalam tentang keseimbangan, harmoni, dan keteraturan alam semesta. Sistem ini mengajarkan kita bahwa segala sesuatu berjalan dalam sebuah siklus, dan memahami siklus tersebut dapat membantu kita mengambil keputusan yang lebih bijak.
Sistem ini juga mencerminkan pandangan dunia agraris masyarakat Jawa, di mana siklus alam dan penanggalan memiliki peran krusial dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk membaca dan memahami pertanda alam, termasuk pergerakan bintang dan siklus waktu, adalah kunci untuk bertahan hidup dan berkembang. Oleh karena itu, hitungan Jawa dan pasaran dapat dilihat sebagai bentuk kearifan lokal yang telah teruji oleh waktu, sebuah peninggalan berharga yang terus relevan untuk memberikan panduan dan refleksi dalam menjalani kehidupan. Meskipun perkembangan zaman membawa banyak perubahan, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sistem perhitungan ini tetap dapat menjadi sumber inspirasi dan pedoman bagi kita semua.