Surat An-Nas (Manusia) adalah surat ke-114 sekaligus surat terakhir dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surat ini menempati posisi sangat istimewa karena bersama dengan Surat Al-Falaq membentuk sepasang pelindung (Mu'awwidzatain). Memahami golongan dan makna dari Surat An-Nas sangat krusial karena ia merupakan benteng spiritual tertinggi yang diajarkan langsung oleh Allah SWT sebagai penangkal segala bentuk kejahatan tersembunyi.
Secara umum, Surat An-Nas dikategorikan sebagai surat Makkiyah, meskipun beberapa ulama berpendapat berbeda mengenai turunnya di Madinah bersama Al-Falaq. Namun, substansi dan tujuan utama surat ini berpusat pada permohonan perlindungan total dari musuh yang paling berbahaya bagi eksistensi manusia: bisikan jahat (waswas).
Nama "An-Nas" sendiri merujuk pada "Manusia". Surat ini secara eksplisit membagi sumber gangguan spiritual menjadi tiga golongan utama, yang semuanya merupakan sasaran permohonan perlindungan. Ketiga golongan ini adalah refleksi dari berbagai level ancaman yang dihadapi manusia dalam perjalanan hidupnya menuju ketaatan kepada Tuhan.
"Katakanlah: 'Aku berlindung kepada Tuhan (Pemelihara dan Pendidik) sekalian manusia, Raja sekalian manusia, Ilah sekalian manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi (Al-Khaanas)'." (QS. An-Nas ayat 1-4)
Golongan yang disebutkan dalam An-Nas inilah yang menjadi fokus utama kita dalam memahami mekanisme pertahanan diri secara spiritual:
Setelah menetapkan tiga pilar perlindungan (Rabb, Malik, Ilah), surat ini mengidentifikasi musuh yang dilawan: Al-Muthawasswiti fil Shudur, yaitu bisikan jahat yang bersembunyi di dada. Setan memiliki metode khusus dalam menyerang, yang disebut khannas (tersembunyi atau menarik diri).
Sifat Al-Khaanas sangat berbahaya karena tidak menyerang secara terang-terangan. Setan menunggu saat kelengahan, kelemahan iman, atau saat manusia sedang sibuk dengan urusan duniawi. Ia berbisik di dalam hati, meragukan kebenaran, menimbulkan rasa iri, atau mendorong pada perbuatan maksiat.
Oleh karena itu, Surat An-Nas tidak hanya mengajarkan kita untuk percaya pada Tuhan, tetapi juga mengajarkan kita untuk secara aktif mencari perlindungan dengan cara yang spesifik: dengan menyebut nama-Nya yang mencakup sifat Ketuhanan (Rabb), Kekuasaan (Malik), dan Keilahian (Ilah).
Dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan distraksi digital dan tekanan psikologis, ajaran An-Nas menjadi semakin relevan. Bisikan jahat kini datang dalam bentuk berita palsu, kecanduan teknologi, keputusasaan, dan perbandingan sosial yang merusak harga diri.
Ketika seseorang merasa cemas tanpa sebab jelas, mudah marah, atau terjerumus dalam keraguan terhadap takdir, Surat An-Nas berfungsi sebagai "antivirus" spiritual. Membacanya (terutama setelah shalat atau sebelum tidur) adalah bentuk imunisasi rutin. Ini adalah pengingat bahwa meskipun ancaman itu halus dan tak terlihat, sumber perlindungan kita jauh lebih besar dan nyata.
Golongan surat An-Nas menutup rangkaian wahyu Ilahi dengan sebuah formula perlindungan yang sempurna dan menyeluruh, menempatkan keyakinan penuh pada Dzat yang menguasai alam semesta, raja dari segala raja, dan satu-satunya layak disembah, sebagai benteng abadi dari segala macam kejahatan batin maupun lahiriah.