Kisah Dendro Ken Arok adalah salah satu narasi paling memikat dalam sejarah Jawa Timur kuno. Sosok ini bukan sekadar nama dalam kronik sejarah; ia adalah personifikasi dari ambisi, misteri, dan perubahan sosial yang drastis. Lahir dari keturunan yang tidak jelas dan dibesarkan dalam lingkungan yang keras, perjalanan hidup Ken Arok mencerminkan dinamika perebutan kekuasaan di era Singhasari sebelum kerajaan Majapahit berdiri tegak.
Informasi mengenai masa kanak-kanak Ken Arok sering kali diselimuti mitos dan legenda. Dalam Babad Tanah Jawi dan Pararaton, disebutkan bahwa ia memiliki garis keturunan bangsawan, namun takdir awal membawanya ke jalan yang berbeda. Ia terkenal memiliki pesona luar biasa dan kemampuan memikat hati orang lain—sebuah karisma yang kelak menjadi senjata utamanya.
Titik balik penting dalam hidupnya adalah ketika ia berhasil menjadi pengawal kepercayaan Tunggul Ametung, penguasa Tumapel. Pada masa itu, Tumapel berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri yang semakin melemah. Ken Arok, dengan kecerdasan dan keberaniannya, dengan cepat menarik perhatian dan pengaruh. Ia menikahi Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, yang menurut legenda, diramalkan akan melahirkan seorang raja besar.
Setelah berhasil menyingkirkan Tunggul Ametung—sebuah peristiwa yang selalu diperdebatkan apakah dilakukan langsung olehnya atau melalui kaki tangannya—Ken Arok mengambil alih kepemimpinan Tumapel. Tindakan ini adalah sebuah pemberontakan terbuka terhadap otoritas Kediri. Pendirian Tumapel sebagai entitas politik baru menandai pergeseran penting dalam peta kekuasaan Nusantara.
Karakter Dendro Ken Arok sering digambarkan sebagai figur yang pragmatis dan kejam. Ia tidak segan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya. Namun, di sisi lain, ia juga dipandang sebagai pembebas bagi rakyat Tumapel dari pemerintahan yang dianggapnya korup atau lemah. Kekuatan militernya, yang dibangun dengan basis dukungan rakyat jelata dan kesetiaan para prajuritnya, terbukti ampuh.
Keberhasilan Ken Arok tidak berhenti di Tumapel. Ia kemudian menaklukkan Kediri, mengakhiri dinasti lama, dan mendirikan Kerajaan Singhasari. Pendirian Singhasari adalah puncak karier politiknya. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan mulai meluas, menata kembali struktur sosial, dan menetapkan dasar-dasar administrasi kerajaan yang kelak akan disempurnakan oleh keturunannya, terutama oleh cucunya, Hayam Wuruk.
Meskipun periode pemerintahannya relatif singkat, warisan Dendro Ken Arok sangat signifikan. Ia mengubah tatanan politik regional, menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya diwariskan oleh garis keturunan murni, tetapi juga dapat direbut melalui strategi militer dan kecakapan kepemimpinan yang kuat. Kisahnya terus relevan sebagai studi kasus tentang bagaimana seorang 'orang luar' dapat mendisrupsi sistem yang mapan.
Seperti banyak pendiri dinasti besar, akhir hayat Ken Arok juga diwarnai oleh intrik istana. Konflik internal yang melibatkan keluarga dan kerabatnya, khususnya isu pewarisan takhta, akhirnya menyebabkan kematiannya yang tragis. Kematiannya menegaskan bahwa bahkan penguasa sekuat dirinya pun tunduk pada hukum balas dendam dan perebutan kekuasaan yang terus berputar.
Mempelajari Dendro Ken Arok adalah menyelami inti dari ambisi manusiawi yang mengubah peta sejarah Jawa. Ia adalah penguasa yang lahir dari api pemberontakan, mendirikan dinasti besar, dan selamanya tercatat sebagai arsitek awal dari salah satu periode keemasan Nusantara.