Anekdot dan Cerpen Singkat

Ilustrasi Wajah Tersenyum dengan Gelembung Bicara Hehe!

Dua Kunci dan Satu Dompet

Di sebuah kota kecil yang selalu diselimuti kabut tipis di pagi hari, hiduplah seorang pria bernama Pak RT, seorang birokrat desa yang terkenal sangat teliti, bahkan sampai urusan sandal jepit. Suatu hari, Pak RT sedang berjalan pulang dari rapat kelurahan. Ia merasa tangannya sedikit lebih ringan dari biasanya. Setelah merogoh saku celana berkali-kali, matanya mulai membesar.

"Dompet saya hilang!" serunya panik, padahal dompet itu hanya berisi kartu identitas RT dan tiga lembar uang dua ribuan. Kehilangan dompet, baginya, sama seperti kehilangan arsip negara. Ia segera berbalik arah, mengikuti jejak langkahnya yang tadi dilalui, mencari di bawah setiap pohon jambu.

Ketika sedang membungkuk memeriksa selokan, seorang anak kecil bernama Udin menghampirinya dengan wajah polos. Udin membawa dua buah kunci kuningan besar dan satu dompet lusuh yang tampak familiar.

"Pak RT, apakah ini punya Bapak?" tanya Udin sambil mengulurkan barang-barang itu.

Pak RT langsung merebut dompet itu dengan lega. "Syukurlah, Udin! Kamu menyelamatkan saya! Tapi, kunci apa ini?" tanya Pak RT sambil menunjuk dua kunci besar di tangan Udin.

Udin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh, kunci-kunci ini bukan punya Bapak. Kunci ini milik tukang kunci di ujung jalan. Tadi Bapak menjatuhkannya bersamaan dengan dompet."

Pak RT bingung sejenak. Ia memang seorang yang sangat hati-hati menyimpan barang, namun hari ini entah bagaimana, barang-barang pentingnya terlepas. Ia menerima kunci-kunci itu dengan canggung.

"Lalu, kenapa kamu mengembalikan kunci-kunci ini, Din?" tanya Pak RT, mulai merasa curiga dengan kejujuran anak itu.

Udin tersenyum lebar. "Karena, Pak RT," jawab Udin santai, "kalau saya tidak mengembalikan kunci tukang kunci, bagaimana Bapak bisa membuka gembok rumah tukang kunci itu kalau nanti dia lupa taruh kunci cadangan dompet Bapak?"

Pak RT terdiam. Ia menyadari bahwa dalam usahanya menjadi orang yang paling teliti, ia telah membebani dirinya dengan barang-barang yang bukan miliknya, sementara Udin, anak kecil itu, menunjukkan logika sederhana yang ternyata sangat efisien. Pak RT hanya bisa tertawa kecil, tawa yang lebih lepas daripada tawa saat ia berhasil menertibkan jadwal ronda malam. Setidaknya, hari itu ia belajar bahwa kadang, barang yang paling kita butuhkan justru bukan yang paling kita cari. Ia pun berjanji akan segera mengembalikan kunci-kunci tersebut, setelah ia selesai mengagumi betapa lucunya situasi ini.

Anekdot: Kesalahan Persepsi

Di sebuah kafe yang ramai, seorang pria tampak sedang serius berbicara di telepon. Ia terlihat sangat marah, suaranya meninggi, menuntut pertanggungjawaban atas sesuatu yang besar.

"Saya tidak peduli! Kerugian ini harus ditutupi! Saya mau Anda jelaskan sekarang juga, bagaimana mungkin mesin canggih ini bisa salah menghitung total kacang mete yang seharusnya ada di dalam karung?!" teriak pria itu.

Seorang pelayan kafe yang mendengar drama tersebut mendekat dengan hati-hati, berniat menawarkan segelas air untuk menenangkan.

"Maaf, Pak," kata pelayan itu pelan, "apakah Bapak butuh bantuan?"

Pria itu segera menoleh, wajahnya masih tegang. "Bantuan apa?"

"Yah, Bapak terlihat sangat marah tentang kacang mete yang hilang," ujar pelayan itu. "Kalau Bapak mau, saya bisa membantu menghitung ulang. Saya kan lulusan SMK jurusan Akuntansi."

Pria itu terdiam sesaat, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Oh, terima kasih, Nak. Tapi ini bukan soal kacang mete sungguhan."

"Lalu soal apa, Pak?" tanya pelayan itu bingung.

Pria itu menunjuk ponselnya. "Saya sedang marah pada kolega saya di tim *game online*. Kami sedang bertanding serius dan dia salah menghitung *item* kristal langka. Mesin hitungnya benar-benar kacau!"

Pelayan itu hanya tersenyum tipis, membalikkan badan, dan bergumam pada dirinya sendiri: "Ternyata di dunia maya, kerugian tiga biji kacang mete bisa sama pentingnya dengan kehilangan seluruh isi toko."

Akhir dari kisah-kisah singkat yang menggelitik.

🏠 Homepage