Di era digital ini, kita mungkin jarang mempertanyakan asal-usul simbol-simbol yang kita gunakan sehari-hari. Salah satunya adalah sistem penomoran yang menjadi tulang punggung perhitungan, transaksi, dan komunikasi global: angka Arab. Nama ini sering kali menimbulkan sedikit kebingungan, karena sistem angka yang kita kenal dan gunakan luas ini sebenarnya berasal dari India, sebelum kemudian dikembangkan dan disebarluaskan oleh peradaban Arab.
Sejarah penomoran modern adalah sebuah narasi perjalanan panjang yang melibatkan banyak kebudayaan. Sistem angka yang kita gunakan saat ini, yang mencakup angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, beserta konsep nilai tempatnya, pertama kali muncul di India kuno. Para matematikawan India pada abad ke-5 Masehi telah berhasil mengembangkan sistem desimal yang canggih, lengkap dengan simbol untuk setiap digit dan konsep penting dari angka nol (shunya).
Perkembangan ini merupakan sebuah lompatan besar dalam matematika. Sebelum adanya angka nol dan sistem nilai tempat, peradaban lain seperti Romawi dengan angka Romawinya (I, V, X, L, C, D, M) atau peradaban kuno lainnya sering kali kesulitan melakukan perhitungan yang kompleks. Sistem Romawi, misalnya, tidak memiliki representasi untuk nol dan mengandalkan penambahan dan pengurangan simbol, yang membuat operasi matematika seperti perkalian dan pembagian menjadi sangat rumit.
Titik balik penting dalam penyebaran sistem angka India terjadi ketika para sarjana dan pedagang Arab mulai mengadopsi dan mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban, termasuk yang berasal dari India. Melalui kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada abad ke-8 Masehi, pengetahuan dari India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Salah satu tokoh kunci dalam proses ini adalah Al-Khwarizmi, seorang matematikawan Persia yang karyanya menjadi fondasi bagi aljabar modern.
Dalam karyanya yang monumental, Al-Khwarizmi tidak hanya membahas aljabar, tetapi juga menjelaskan secara rinci sistem angka desimal India. Buku-bukunya, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Eropa, memperkenalkan sistem angka ini kepada dunia Barat. Karena buku-buku inilah yang berperan sebagai perantara, sistem angka India kemudian lebih dikenal di dunia Barat sebagai "angka Arab" atau "Hindu-Arab".
Ada beberapa alasan mengapa sistem angka Arab begitu revolusioner dan akhirnya mendominasi sistem penomoran di seluruh dunia:
Bayangkan mencoba melakukan perhitungan rumit menggunakan angka Romawi. Anda akan segera menyadari betapa sulitnya hal tersebut. Sistem angka Arab memungkinkan para ilmuwan, pedagang, dan masyarakat umum untuk berkomunikasi dan mengelola informasi kuantitatif dengan lebih efektif.
Penyebaran angka Arab melalui perdagangan dan penaklukan, serta melalui terjemahan teks-teks ilmiah, telah membentuk peradaban modern seperti yang kita kenal. Sejak diperkenalkan ke Eropa pada Abad Pertengahan, sistem ini secara bertahap menggantikan sistem penomoran lokal yang ada. Para pedagang menemukan sistem ini lebih praktis untuk pembukuan, para astronom menggunakannya untuk perhitungan orbit bintang, dan para insinyur memanfaatkannya untuk desain dan konstruksi.
Saat ini, ketika kita mengetikkan angka di ponsel, melakukan transaksi perbankan, atau bahkan sekadar membaca jam, kita sebenarnya sedang memanfaatkan warisan intelektual berabad-abad yang berasal dari India dan disebarluaskan melalui dunia Islam. Jadi, lain kali Anda menuliskan angka 27 atau menghitung kembalian belanja Anda, ingatlah sejarah panjang di balik angka Arab yang sederhana namun sangat kuat ini.