Angkak, yang juga dikenal sebagai beras ragi merah, merupakan hasil fermentasi beras oleh jamur Monascus purpureus. Warnanya yang merah pekat membuatnya sering digunakan sebagai pewarna alami dalam berbagai produk makanan, terutama di Asia Timur dan Tenggara, termasuk Indonesia. Penggunaannya mencakup pengawetan daging, pewarnaan tahu, pembuatan arak, hingga sebagai bahan dalam pengobatan tradisional. Namun, di kalangan masyarakat Muslim, pertanyaan mengenai kehalalan angkak kerap muncul, menimbulkan keraguan apakah zat ini termasuk haram atau halal untuk dikonsumsi.
Proses fermentasi angkak melibatkan jamur Monascus purpureus yang tumbuh pada beras. Selama fermentasi, jamur ini menghasilkan pigmen merah yang khas. Beberapa zat penting yang dihasilkan antara lain monacolin K, citrinin, dan metabolit lainnya. Perdebatan mengenai kehalalan angkak umumnya berpusat pada dua hal utama: pertama, apakah jamur Monascus purpureus itu sendiri termasuk sesuatu yang haram, dan kedua, apakah ada kontaminan atau proses tambahan yang membuatnya menjadi haram.
Dalam Islam, segala sesuatu pada dasarnya dianggap halal hingga ada dalil yang menyatakan keharamannya. Jamur secara umum tidak secara otomatis dikategorikan haram. Namun, beberapa jenis jamur tertentu, terutama yang tumbuh di tempat kotor atau beracun, dapat menjadi haram. Mengenai jamur Monascus purpureus, para ulama dan lembaga sertifikasi halal memiliki pandangan yang beragam, meskipun cenderung ke arah kehalalan jika prosesnya terkontrol.
Sebagian besar lembaga sertifikasi halal dan mayoritas ulama cenderung berpendapat bahwa angkak adalah halal dengan beberapa syarat. Pendapat ini didasarkan pada beberapa argumen:
Pentingnya Sertifikasi Halal: Meskipun banyak pandangan mengarah pada kehalalan, cara terbaik untuk memastikan kehalalan suatu produk angkak adalah dengan mencari sertifikasi halal dari lembaga yang terpercaya. Sertifikasi ini menjamin bahwa seluruh proses produksi, mulai dari bahan baku hingga produk akhir, telah melalui pengawasan ketat dan memenuhi standar kehalalan.
Meskipun demikian, ada beberapa poin yang perlu dicermati terkait potensi masalah kehalalan angkak:
Secara umum, angkak dianggap halal oleh mayoritas ulama dan lembaga sertifikasi halal, asalkan diproduksi sesuai dengan kaidah kebersihan dan syariat Islam. Perhatian utama adalah pada pengendalian kualitas, minimisasi kandungan citrinin yang berbahaya, dan pencegahan kontaminasi najis. Adanya sertifikasi halal dari badan yang kredibel merupakan jaminan terkuat bagi konsumen Muslim untuk mengonsumsi angkak atau produk yang mengandung angkak.
Bagi individu yang masih ragu, penting untuk selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya, termasuk bertanya kepada ahli agama atau memeriksa label produk yang telah memiliki sertifikasi halal. Dengan pemahaman yang benar dan kehati-hatian, keraguan mengenai kehalalan angkak dapat dijawab.