Dalam khazanah kebudayaan Melayu, terdapat berbagai elemen unik yang mencerminkan kekayaan tradisi dan sejarah panjang interaksi dengan peradaban lain. Salah satu warisan menarik yang sering kali luput dari perhatian adalah sistem penulisan angka yang dikenal sebagai Angka Arab Melayu. Sistem ini bukan sekadar cara menulis angka, melainkan sebuah jembatan budaya yang menghubungkan dunia Melayu dengan pengaruh Timur Tengah dan India.
Angka Arab Melayu, sebagaimana namanya, merujuk pada penggunaan simbol-simbol angka yang berasal dari tradisi Arab, namun diadaptasi dan digunakan dalam konteks bahasa dan aksara Melayu, khususnya yang berbasis aksara Jawi. Aksara Jawi sendiri merupakan modifikasi dari aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu. Seiring dengan penyebaran Islam di Nusantara, aksara Arab dan berbagai unsur budayanya, termasuk sistem penomoran, turut menyebar dan terintegrasi ke dalam kehidupan masyarakat Melayu.
Sistem angka ini, secara umum, menggunakan simbol yang sama dengan angka Hindu-Arab yang kita kenal saat ini, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Namun, keunikan Angka Arab Melayu terletak pada konteks penggunaannya, yaitu dalam tulisan Jawi. Ketika menulis menggunakan aksara Jawi, angka-angka ini disematkan bersama dengan huruf-huruf Jawi lainnya. Sebagai contoh, jika seseorang menulis tanggal dalam aksara Jawi, angka-angkanya akan mengikuti kaidah penulisan tersebut.
Ilustrasi simbol angka yang terintegrasi dengan aksara
Awal mula penggunaan angka Arab di dunia Melayu tidak terlepas dari peran perdagangan dan penyebaran agama Islam. Pedagang dari Gujarat, Persia, dan Timur Tengah membawa serta sistem penomoran Hindu-Arab yang telah diadopsi oleh peradaban Arab. Seiring waktu, sistem ini diterima karena lebih efisien dan universal dibandingkan dengan sistem angka Romawi atau sistem lokal lainnya yang mungkin kurang terstandarisasi.
Ketika aksara Jawi mulai populer sebagai alat tulis bahasa Melayu, angka-angka Arab ini pun ikut terintegrasi ke dalamnya. Penggunaan Angka Arab Melayu dapat ditemukan dalam berbagai naskah kuno, dokumen sejarah, catatan administrasi, bahkan dalam karya sastra. Keberadaannya menjadi bukti adaptasi budaya yang dinamis, di mana elemen asing tidak hanya diadopsi, tetapi juga diresapi dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Meskipun sebagian besar simbolnya sama dengan angka yang kita gunakan sekarang, ada beberapa aspek yang membuat Angka Arab Melayu menarik:
Di era digital saat ini, penggunaan aksara Jawi dan Angka Arab Melayu mungkin tidak lagi seluas dulu dalam kehidupan sehari-hari. Namun, warisan ini tetap penting dan relevan dalam beberapa aspek:
Pertama, sebagai pengingat akan sejarah intelektual dan budaya Melayu. Mempelajari Angka Arab Melayu membuka jendela untuk memahami bagaimana masyarakat Melayu pada masa lalu berinteraksi dengan dunia luar dan mengintegrasikan pengetahuan baru.
Kedua, dalam kajian filologi, sejarah, dan linguistik, naskah-naskah yang menggunakan Angka Arab Melayu menjadi sumber data primer yang tak ternilai. Para peneliti menggunakannya untuk menelusuri perkembangan bahasa, pemikiran, dan struktur sosial masyarakat Melayu di masa lampau.
Ketiga, masih ada komunitas dan akademisi yang aktif melestarikan dan mengajarkan aksara Jawi beserta unsur-unsurnya, termasuk sistem penomoran ini. Upaya pelestarian ini penting agar warisan budaya tidak hilang ditelan zaman.
Meskipun kita kini terbiasa dengan sistem angka Hindu-Arab yang universal, mengenang dan memahami Angka Arab Melayu adalah cara kita menghargai jejak sejarah dan kekayaan peradaban yang telah membentuk identitas Melayu. Ini adalah pengingat bahwa setiap simbol yang kita gunakan memiliki cerita dan sejarahnya sendiri, menghubungkan kita dengan masa lalu dan warisan leluhur.