Amfibi, kelas hewan yang mencakup katak, kodok, salamander, dan caecilian, mempesona dunia ilmiah dan publik karena kemampuan unik mereka untuk hidup di dua alam: darat dan air. Adaptasi luar biasa ini tercermin dalam anatomi mereka yang kompleks dan multifaset. Memahami struktur tubuh mereka tidak hanya mengungkap cara mereka bertahan hidup, tetapi juga memberikan wawasan tentang evolusi vertebrata.
Salah satu ciri paling khas amfibi adalah kulit mereka. Tidak seperti reptil atau mamalia yang memiliki kulit tebal dan bersisik, kulit amfibi relatif tipis, lembab, dan permeabel. Permeabilitas ini sangat penting karena banyak amfibi bernapas melalui kulit mereka (respirasi kutaneus) selain menggunakan paru-paru. Kulit yang lembab membantu pertukaran gas (oksigen masuk dan karbon dioksida keluar) serta penyerapan air. Untuk menjaga kelembaban, kelenjar lendir yang melimpah tersebar di seluruh permukaan kulit. Beberapa amfibi bahkan memiliki kelenjar racun yang menghasilkan zat pertahanan untuk melindungi diri dari predator.
Struktur kulit amfibi umumnya terdiri dari epidermis berlapis-lapis dan dermis yang lebih dalam. Epidermis sering kali memiliki lapisan terluar yang berlapis-lapis yang dapat terkelupas secara berkala, sebuah proses yang mirip dengan moulting pada serangga, namun jauh lebih lambat. Dermis mengandung pembuluh darah, saraf, dan kelenjar-kelenjar khusus.
Gaya hidup ganda amfibi menuntut sistem pernapasan yang fleksibel. Saat berada di air, banyak spesies amfibi muda (berudu) bernapas menggunakan insang. Insang ini dapat bervariasi dalam bentuk dan lokasi, tergantung pada spesiesnya. Seiring perkembangan, amfibi mengalami metamorfosis, di mana insang digantikan oleh paru-paru. Paru-paru amfibi umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan paru-paru mamalia, sering kali berupa kantung berdinding tipis dengan sedikit lipatan internal. Namun, kekurangan luas permukaan yang besar pada paru-paru ini dikompensasi oleh respirasi kutaneus yang efisien.
Bagi amfibi dewasa yang hidup di darat, mereka menggunakan mekanisme "pompa udara" untuk memasukkan udara ke paru-paru. Ini melibatkan pendorongan udara dari rongga mulut ke paru-paru, yang berbeda dari mekanisme pernapasan pada mamalia yang mengandalkan diafragma.
Amfibi memiliki jantung yang unik dengan tiga ruang: dua atrium (satu atrium kanan dan satu atrium kiri) dan satu ventrikel tunggal. Darah dari seluruh tubuh masuk ke atrium kanan, sementara darah dari paru-paru masuk ke atrium kiri. Kedua atrium kemudian memompa darah ke ventrikel. Di dalam ventrikel, ada mekanisme yang membantu memisahkan sebagian darah beroksigen dan darah tidak beroksigen sebelum dipompa ke sirkulasi sistemik dan pulmonal. Meskipun tidak sepenuhnya terpisah seperti pada mamalia dan burung, sistem ini sudah merupakan langkah evolusi penting menuju sirkulasi ganda yang lebih efisien.
Amfibi dewasa umumnya adalah karnivora, memakan serangga, cacing, dan invertebrata kecil lainnya. Sistem pencernaan mereka relatif sederhana, dengan saluran pencernaan yang terdiri dari esofagus, lambung, usus, dan kloaka. Kloaka adalah rongga tunggal yang berfungsi sebagai saluran pembuangan untuk sistem pencernaan, urinaria, dan reproduksi. Beberapa spesies amfibi memiliki lidah yang panjang dan lengket untuk menangkap mangsa mereka.
Metabolisme amfibi bersifat poikilotermik (berdarah dingin), artinya suhu tubuh mereka bergantung pada suhu lingkungan. Hal ini memengaruhi aktivitas mereka; pada suhu dingin, metabolisme mereka melambat, dan mereka mungkin menjadi tidak aktif atau berhibernasi.
Sistem saraf amfibi mencakup otak dan sumsum tulang belakang. Otak mereka lebih berkembang dibandingkan dengan ikan, dengan area yang bertanggung jawab untuk indera penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Mata amfibi sering kali beradaptasi untuk penglihatan di darat dan di air, dan beberapa spesies memiliki kelopak mata untuk melindungi mata mereka. Telinga amfibi bervariasi; katak memiliki gendang telinga yang terlihat di luar, sementara salamander mungkin memiliki struktur telinga bagian dalam yang lebih sederhana. Amfibi juga memiliki organ perasa dan penciuman yang memungkinkan mereka mendeteksi mangsa dan predator di lingkungan mereka.
Reproduksi amfibi sangat bervariasi, tetapi sebagian besar membutuhkan air untuk bertelur. Telur amfibi biasanya tidak memiliki cangkang keras dan rentan mengering, sehingga sering kali diletakkan di dalam air, di lingkungan yang lembab, atau menempel pada tumbuhan air. Pembuahan bisa eksternal (paling umum pada katak dan kodok) atau internal (umum pada salamander dan caecilian). Setelah menetas, kebanyakan amfibi melewati tahap larva akuatik yang disebut berudu, yang memiliki insang dan ekor. Melalui metamorfosis, mereka mengembangkan kaki, paru-paru, dan kehilangan insang, menjadi bentuk dewasa yang dapat hidup di darat.
Anatomi amfibi adalah bukti luar biasa dari adaptasi evolusioner. Kehidupan ganda mereka telah membentuk setiap aspek struktur dan fungsi tubuh mereka, menciptakan makhluk yang mempesona dan vital bagi ekosistem tempat mereka hidup. Dari kulit mereka yang permeabel hingga sistem pernapasan mereka yang fleksibel, amfibi terus mengajarkan kita tentang kompleksitas kehidupan di Bumi.