Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang sangat penting dalam Al-Qur'an. Surat ini membahas berbagai aspek hukum dan sosial dalam kehidupan seorang Muslim, termasuk hak-hak wanita, hukum keluarga, waris, dan muamalah (hubungan antar manusia). Di dalam surat An Nisa, terdapat ayat-ayat yang mengatur secara spesifik larangan-larangan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh umat Islam. Salah satu ayat yang sering menjadi rujukan dalam pembahasan hukum waris dan perlindungan keluarga adalah An Nisa ayat 12.
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۗ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ لَا يُضَارُّ فِيهَا ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
"Dan bagimu (suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istrimu) mempunyai anak, maka kamu (suami) mendapat seperempat dari harta yang mereka tinggalkan, setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan) hutang-hutang mereka. Para istri memperoleh seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan, setelah (dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (kandung) atau seorang saudara perempuan (kandung), maka bagi masing-masing dari keduanya (saudara) seperenam dari harta yang ditinggalkannya. Jika mereka (saudara seibu dan/atau saudari) lebih dari itu, maka mereka berbagi dalam (bagian) sepertiga, setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan) hutangnya, dengan tidak mengurangi (hak orang yang mewariskan) karena membuat wasiat. Demikianlah ketentuan dari Allah. Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Penyantun."
An Nisa ayat 12 ini secara gamblang menjelaskan pembagian waris bagi suami dan istri, serta kerabat lainnya dalam kondisi tertentu. Ayat ini sangat vital karena memberikan landasan hukum yang jelas mengenai hak-hak finansial dalam keluarga setelah salah satu pihak meninggal dunia.
Penting untuk dicatat bahwa pembagian warisan ini dilakukan setelah terlebih dahulu dipenuhi wasiat yang dibuat oleh almarhum atau almarhumah, serta dilunasi semua hutang-hutangnya. Ini menunjukkan prinsip keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak yang ada sebelum harta dibagikan kepada ahli waris.
Ayat ini juga mengatur kasus pewarisan yang dikenal sebagai "kalalah", yaitu ketika pewaris meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak. Dalam kondisi ini:
Ketentuan ini memberikan ruang bagi saudara kandung untuk mendapatkan bagian warisan ketika tidak ada ahli waris garis langsung (ayah dan anak). Namun, pembagian ini juga tunduk pada wasiat dan hutang almarhum, serta harus dilakukan tanpa menimbulkan kerugian bagi pewaris melalui wasiat yang tidak adil.
An Nisa ayat 12 mengajarkan banyak hikmah penting bagi kehidupan seorang Muslim:
Memahami An Nisa ayat 12 bukan sekadar mengetahui bagian waris, tetapi juga meresapi nilai-nilai keadilan, tanggung jawab, dan kasih sayang yang diajarkan oleh Islam. Penerapan hukum waris ini secara benar akan menciptakan ketenangan, keharmonisan, dan mencegah perselisihan di antara anggota keluarga. Wallahu a'lam.