Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an, terdapat permata-permata hikmah yang senantiasa relevan untuk direnungi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ayat yang memuat peringatan tegas sekaligus janji kebaikan adalah Surah An-Nisa ayat 30. Ayat ini bukan hanya sekadar larangan, melainkan sebuah panduan etika dan moral yang mendasar bagi umat Islam, menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan ketakwaan dalam segala aspek muamalah (interaksi antarmanusia), terutama terkait harta.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَـٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang dilakukan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu."
Frasa "memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil" merupakan inti dari peringatan dalam ayat ini. Apa saja yang termasuk dalam kategori 'batil'? Para ulama menafsirkan batil ini secara luas, mencakup berbagai cara yang tidak sah dan merugikan orang lain dalam memperoleh harta. Beberapa di antaranya meliputi:
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa seluruh cara-cara di atas adalah dilarang keras. Allah SWT melarang umat-Nya untuk saling merugikan dalam urusan harta benda. Kehidupan bermasyarakat harus dibangun di atas prinsip kejujuran, kepercayaan, dan keadilan.
Namun, ayat ini juga memberikan pengecualian yang sangat penting: "kecuali dalam perdagangan yang dilakukan atas dasar suka sama suka di antara kamu." Ini menunjukkan bahwa Islam tidak melarang kegiatan ekonomi atau perdagangan. Justru, perdagangan yang dilandasi kerelaan dan kesepakatan bersama adalah sah dan dianjurkan. Syarat utamanya adalah tidak ada unsur paksaan, penipuan, atau ketidakadilan dalam transaksi tersebut. Ketika kedua belah pihak merasa diuntungkan dan ridha dengan kesepakatan, maka harta yang diperoleh dari perdagangan itu adalah halal.
Bagian kedua dari ayat ini, "Dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu," memiliki makna yang sangat mendalam. Para mufasir menjelaskan bahwa larangan ini bisa berarti:
Dalam konteks hubungan antara memakan harta batil dan membunuh diri sendiri, dapat dipahami bahwa cara-cara haram dalam memperoleh harta tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merusak diri sendiri. Jiwa yang kotor karena harta haram akan jauh dari ketenangan dan rahmat Allah.
Ayat ini ditutup dengan firman Allah, "Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa seluruh perintah dan larangan dalam Al-Qur'an bersumber dari kasih sayang Allah yang tak terhingga. Larangan memakan harta batil adalah bentuk kasih sayang agar umat manusia tidak saling merusak dan bisa hidup damai. Peringatan untuk tidak membunuh diri sendiri adalah demi kebaikan dan keselamatan hamba-Nya. Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, bukan kesusahan.
Merenungkan An-Nisa ayat 30 mengajarkan kita pentingnya integritas dalam setiap urusan. Baik dalam pekerjaan, bisnis, maupun interaksi sehari-hari, kejujuran dan keadilan adalah kunci. Dengan menjauhi segala bentuk pemborosan harta secara batil dan menjalankan kehidupan sesuai tuntunan-Nya, insya Allah kita akan mendapatkan keberkahan, ketenangan, dan rahmat Allah SWT.