Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an yang kaya makna, terdapat surah An Nisa, yang berarti "Wanita", yang membahas berbagai aspek hukum dan sosial dalam masyarakat Islam. Salah satu ayat yang sering menjadi perenungan adalah An Nisa ayat 117. Ayat ini memiliki kedalaman makna yang perlu digali lebih lanjut untuk memahami secara komprehensif pesan yang ingin disampaikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Ayat ini secara tegas melarang umat Islam untuk menyembah selain Allah dan menegaskan bahwa perbuatan tersebut adalah bentuk kekafiran dan kesesatan.
Ayat An Nisa 117 berbunyi:
Beberapa tafsir lain dari ayat ini lebih menitikberatkan pada larangan menyembah selain Allah dan menolak kebenaran-Nya. Namun, jika kita merujuk pada konteks yang lebih luas dan penafsiran ulama, An Nisa 117 memiliki beberapa dimensi penafsiran yang saling melengkapi.
Inti dari ayat ini adalah peringatan keras terhadap perbuatan syirik dan pengingkaran terhadap keesaan Allah SWT. Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang yang dalam keadaan menganiaya diri sendiri, yang salah satunya adalah dengan menyekutukan Allah atau mengingkari ayat-ayat-Nya, akan menghadapi konsekuensi yang berat. Para malaikat ketika mencabut nyawa mereka akan bertanya tentang keadaan mereka, dan mereka akan mengakui bahwa mereka telah menganiaya diri sendiri karena telah mengabaikan ayat-ayat Allah.
Tindakan menganiaya diri sendiri ini bisa bermakna luas. Selain syirik, ia juga mencakup penolakan terhadap kebenaran, kezaliman terhadap diri sendiri dengan tidak menjalankan perintah Allah, dan tenggelam dalam kesibukan duniawi hingga melupakan tujuan penciptaan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa keputusan untuk beriman atau tidak beriman, serta bagaimana kita menjalani hidup, memiliki dampak abadi pada kehidupan akhirat.
Surah An Nisa secara keseluruhan membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan hak-hak perempuan, anak yatim, hukum perkawinan, waris, dan lain sebagainya. Namun, di tengah pembahasan hukum-hukum muamalah tersebut, ayat-ayat yang menyangkut akidah dan keesaan Allah tetap menjadi fondasi yang kokoh. An Nisa 117 hadir sebagai pengingat bahwa semua tatanan kehidupan, termasuk hukum-hukum sosial, akan berujung pada pertanggungjawaban kepada Allah SWT.
Ayat ini juga dapat dilihat sebagai penegasan terhadap ajaran tauhid yang merupakan inti dari seluruh ajaran para nabi dan rasul. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa-dosa lain bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Peringatan dalam An Nisa 117 ini bukan bertujuan untuk menakut-nakuti semata, melainkan sebagai bentuk kasih sayang Allah agar manusia kembali ke jalan yang lurus, menjauhi kesesatan, dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pesan yang dapat kita petik dari An Nisa 117 sangatlah relevan bagi setiap individu Muslim. Pertama, pentingnya menjaga kemurnian akidah. Menyadari bahwa tidak ada ilah selain Allah adalah kewajiban utama setiap mukmin. Segala bentuk penyembahan, pengharapan, dan ketakutan tertinggi harus ditujukan hanya kepada-Nya.
Kedua, pentingnya merenungkan dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Mengabaikan ayat-ayat Allah, baik yang berupa perintah maupun larangan, merupakan bentuk penganiayaan terhadap diri sendiri. Al-Qur'an adalah petunjuk hidup yang jika dipedomani akan membawa keselamatan dan kebahagiaan.
Ketiga, peringatan terhadap tipu daya dunia. Kehidupan dunia yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan bisa menjadi ujian yang menyesatkan jika kita terlalu terbuai. An Nisa 117 mengingatkan kita untuk tidak tertipu oleh gemerlap duniawi sehingga melupakan tujuan utama penciptaan kita, yaitu beribadah kepada Allah.
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan (bala bencana) atau ditimpa azab yang pedih." (QS An Nur: 63)
Ayat ini, bersama dengan An Nisa 117, menegaskan betapa pentingnya ketaatan dan kehati-hatian dalam menjalankan perintah Allah. Setiap tindakan yang melanggar syariat adalah bentuk pengkhianatan terhadap diri sendiri dan akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan memahami An Nisa 117 secara mendalam, diharapkan setiap Muslim dapat memperteguh keimanannya, meningkatkan kualitas ibadahnya, dan senantiasa waspada terhadap segala bentuk kesesatan, demi meraih ridha Allah SWT.