Mukadimah: Kedudukan Wahyu
Al-Qur'an adalah sumber petunjuk utama bagi umat Islam. Setiap ayat di dalamnya membawa hikmah, hukum, dan penjelasan yang mendalam tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Salah satu ayat yang seringkali menjadi renungan tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an adalah Surah An-Nahl (Lebah) ayat ke-64.
Ayat ini secara lugas menjelaskan peran fundamental Al-Qur'an dalam interaksi manusia dengan Tuhannya serta dengan sesamanya. Memahami konteks ayat ini membantu kita menghargai teks suci ini bukan hanya sebagai bacaan ritual, tetapi sebagai panduan hidup yang aktif dan transformatif.
Tiga Fungsi Utama Al-Qur'an
Ayat 16:64 memaparkan tiga fungsi esensial yang diemban oleh Al-Qur'an. Fungsi-fungsi ini saling terkait dan membentuk kerangka kerja bagi kehidupan seorang Muslim.
1. Menjelaskan Perselisihan (Al-Bayān 'ala mā Ikhtalafū fīh)
Fungsi pertama adalah sebagai penengah dan pemberi kejelasan (bayān) atas persoalan-persoalan yang diperselisihkan oleh manusia. Dalam sejarah peradaban, perbedaan pendapat—baik dalam masalah akidah, hukum, maupun moral—adalah keniscayaan. Ketika manusia berpaling dari petunjuk yang jelas, kekacauan dan pertikaian muncul.
Al-Qur'an hadir membawa kebenaran hakiki yang tunggal. Ia berfungsi sebagai kriteria (furqan) yang memisahkan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sesuai dengan kehendak ilahi dan mana yang hanya berdasarkan hawa nafsu atau pemahaman yang keliru. Ini menunjukkan bahwa wahyu diturunkan bukan untuk menambah kebingungan, melainkan untuk melenyapkannya.
2. Menjadi Petunjuk (Hudan)
Fungsi kedua, yang merupakan landasan dari fungsi pertama, adalah sebagai petunjuk (hudan). Petunjuk di sini bersifat menyeluruh, mencakup jalan menuju keselamatan abadi di akhirat (hidayah akidah dan ibadah) maupun panduan untuk menjalani kehidupan yang baik di dunia (hidayah muamalah dan akhlak).
Petunjuk ini sangat vital karena manusia, meskipun dibekali akal, seringkali tersesat dalam kegelapan tanpa panduan dari Sang Pencipta. Al-Qur'an menuntun langkah demi langkah, dari bangun tidur hingga kembali tidur, memastikan setiap tindakan selaras dengan tujuan penciptaan.
3. Menjadi Rahmat (Rahmah)
Fungsi ketiga, yang melengkapi dan memberikan nilai emosional pada petunjuk, adalah sebagai rahmat. Jika petunjuk adalah peta, maka rahmat adalah kasih sayang yang mendorong kita untuk mengikuti peta tersebut dengan hati yang lapang.
Rahmat ini terwujud dalam kemudahan syariat (misalnya, keringanan dalam ibadah), janji ampunan bagi yang bertaubat, serta kedamaian batin yang didapatkan oleh mereka yang tunduk pada kebenaran. Bagi orang-orang yang beriman, Al-Qur'an bukan beban, melainkan sumber ketenangan dan harapan.
Syarat Menerima Keutamaan An Nahl 16:64
Ayat tersebut menutup dengan penegasan, "...bagi kaum yang beriman." Ini adalah kunci utama. Manfaat luar biasa dari Al-Qur'an—sebagai penjelas, petunjuk, dan rahmat—hanya dapat dirasakan secara maksimal oleh mereka yang telah terlebih dahulu menerima dan mengimani kebenarannya.
Keimanan (Iman) dalam konteks ini bukan sekadar pengakuan lisan. Ia menuntut pembacaan yang tadabbur (merenung), pengamalan yang konsisten, dan penerimaan yang total terhadap semua ketentuannya. Ketika keimanan menjadi pondasi, maka Al-Qur'an benar-benar mampu mengubah perselisihan menjadi persatuan, kebingungan menjadi kejelasan, dan kegelisahan menjadi rahmat yang menyejukkan jiwa.