Jembatan Ampera, ikon megah Kota Palembang, Sumatra Selatan, bukan sekadar infrastruktur penghubung. Keberadaannya adalah cerminan sejarah panjang kota ini, denyut nadi perekonomian, dan saksi bisu perubahan zaman. Ketika kita berbicara tentang Ampera dulu, kita mengenang masa kejayaan ketika jembatan ini pertama kali berdiri gagah melintasi Sungai Musi yang legendaris.
Pembangunan Ampera merupakan sebuah proyek monumental. Pada masanya, ini adalah salah satu jembatan termegah yang pernah didirikan di Indonesia. Proses konstruksinya melibatkan keahlian internasional, dan desainnya yang ikonik—terutama bagian tengah yang dapat diangkat (bascule)—menjadi kebanggaan nasional. Bayangkan suasana di sekitar Sungai Musi ketika masyarakat menantikan peresmiannya; kegembiraan dan harapan akan kemajuan transportasi begitu terasa.
Fungsi utama Ampera 'dulu' sangat erat kaitannya dengan lalu lintas kapal niaga yang melintasi Sungai Musi. Sebelum jembatan ini, kapal-kapal besar sering kali kesulitan melintas di bawah bentangan permanen. Solusinya adalah mekanisme angkat. Ketika kapal tinggi hendak lewat, dua menara baja raksasa di kedua sisi jembatan akan bekerja. Suara mesin yang menggerakkan mekanisme tersebut dan pemandangan bentangan jembatan yang terangkat adalah tontonan langka dan dinantikan.
Namun, perlu diingat bahwa sistem angkat ini tidak selalu beroperasi. Semakin padatnya lalu lintas darat seiring berjalannya waktu membuat pengangkatan jembatan semakin jarang dilakukan. Meskipun demikian, desain teknisnya tetap menjadi mahakarya teknik sipil pada era tersebut. Ampera dulu seringkali dikaitkan dengan citra kota yang modern, namun tetap mempertahankan kekhasan maritimnya.
Mengunjungi area Ampera di masa lalu berarti menyaksikan kehidupan masyarakat Palembang yang sangat bergantung pada air. Di bawah bayang-bayang tiang penyangga jembatan, aktivitas perdagangan berlangsung intens. Perahu-perahu kecil bersaing dengan kapal tongkang yang mengangkut hasil bumi dari pedalaman. Pemandangan ini jauh berbeda dengan lanskap urban yang didominasi kendaraan bermotor saat ini.
Jembatan ini bukan hanya simbol kota, tetapi juga titik temu budaya. Ia menghubungkan dua sisi kota yang memiliki karakteristik berbeda, mendorong integrasi sosial dan ekonomi Palembang. Ketika perahu-perahu kecil bergerak di bawahnya, siluet jembatan beton dan baja itu berdiri kontras, sebuah perpaduan antara tradisi dan modernisasi.
Seiring perkembangan zaman, terutama setelah sistem pengangkatan dihentikan karena alasan operasional dan keamanan, citra Ampera dulu mulai bergeser. Meskipun struktur fisiknya sebagian besar dipertahankan, fungsinya berubah menjadi jembatan permanen yang berfokus pada kelancaran arus kendaraan darat.
Namun, kenangan akan masa ketika mekanisme angkat masih berfungsi—ketika teriakan warga terdengar mempersiapkan lewatnya kapal besar—tetap hidup dalam ingatan warga Palembang. Kini, meskipun Ampera berfungsi sebagai jembatan statis, ia tetap menjadi spot wisata utama, pengingat akan warisan teknik dan sejarah maritim kota. Melihat foto-foto lama Ampera yang terangkat memberikan perspektif unik tentang bagaimana Palembang telah bertransformasi sambil tetap menjaga identitasnya sebagai "Kota Sungai". Warisan Ampera 'dulu' adalah fondasi bagi identitas Palembang hari ini.